Monday 1 December 2014

# Opini

UDAH.....MOVE ON AJA


"Hal ini ditulis lebih bertujuan agar diri pribadi ini bisa menjadi seperti apa yang telah ditulis. dan menjadi kekuatan tersendiri untuk bisa berubah menjadi lebih baik. karena saya berusaha menulis apa yang saya kerjakan, dan berusaha mengerjakan apa yang saya tulis. ketika saya menulis, ada tanggung jawab tersendiri untuk bisa mematuhinya".
 
Teman-teman pernah galau gara-gara putus pacaran? Jika iya, maka berbahagialah.
LOH KOK BAHAGIAAA?
Iya. karena kalian telah melewati masa jahiliyyah. Untuk urusan galau, tenaaang....tenaaang....itu hanya sementara. Yang penting kalian telah keluar dari lingkaran pacaran.


Jujur saja, saya pun pernah pacaran. Singkat cerita, waktu saya masih semester 1, saya mulai dekat dengan kakak kelas yang duduk di semester 7. Kemudian di semester selanjutnya kami berpacaran.  Selama satu tahun lebih hubungan kami semakin dekat, bahkan kami berencana menikah setelah saya lulus kuliah. Saya pun sudah dikenalkan kepada ibunya ketika dia wisuda. Menurut saya, itu sudah merupakan hal yang istimewa, yang tidak dilakukan untuk perempuan lainnya. Wajar dong jika saya saat itu merasa ter-special-kan. Setelah setahunan lebih, sidia memutuskan saya, hiks hiks hiks. Sedih memang. Banget malah. Rasanya tu sakiiiiiiit. Sakitnya tuh disiniiii *nunjuk hati* *nunjuk dengkul* *nunjuk perut* *nunjuk siku* *nunjuk tumit*, yah, intinya sakit dimana-mana.

APA YANG  TERJADI PADA SAYA?
Saya nangis? Iya. Itu wajar.
Saya galau? Iya banget. Itu juga wajar.
Saya merasa TERKHIANATI? Jellaas. Yang ngajak komitmen untuk nikah siapa, yang mutus juga siapa? Saya bertanya padanya salah saya apa katanya saya nggak punya salah. Pffffft....banget rasanya.

LALU APA YANG SAYA LAKUKAN?
Saya mencari PERTAHANAN. Iya, saya mencari pertahanan. Bukan mencari seorang tentara, tapi saya mencoba untuk menenangkan hati saya, dengan banyak mendengar murotal, membaca Al-quran, membaca buku-buku islami, mendengar tausiyah-tausiyah, mendengar lagu-lagu religi yang bikin hati adem juga,  dan banyak memohon ampun pada Allah. Saya sadar, bahwa saya telah melanggar larangan Allah. Dan saya tahu, ini adalah hukuman untuk saya. kalau pun saya mengadu pada Allah “ya Allah...hati saya sakit karena diputus olehnya huhuhuhu”, mungkin Allah akan menjawab “rasakan! salah sendiri melanggar laranganku”, mungkin akan seperti itu jawaban Tuhan padaku.

Hari demi hari saya lewati dengan perasaan yang kadang galau-kadang nggak-kadang galau-kadang nggak. Wajar, itu merupakan suatu proses. Dan saya mencoba untuk tetap kuat.  Saya selalu berdoa pada Allah, “jika perpisahan ini adalah yang terbaik untuk hamba, maka bantu hamba untuk bisa mengikhlaskan. Jika dia jodoh hamba maka dekatkanlah kami dengan caramu, ya Allah. Jaga dia untuk hamba. Beri hamba ketentraman hati dan pikiran. Jauhkan hamba dari rasa resah dan gelisah. Jika dia memang bukan jodoh hamba, maka bantu hamba untuk bisa melupakannya. Bantu hamba untuk bisa merelakannya. Hamba mohon sediakanlah jodoh untuk hamba orang yang bisa menuntun hamba ke surgaMu kelak”

Sering kali saya merenung, mencoba berpikir jernih.
Pertama:
orang yang berencana besok mau menikah lho bisa saja sekarang batal, apalagi yang berencana 3 atau 5 tahun kemudian? Itu sangat rawan gagal. Betul tidak, kawan?

Kedua:
Untuk seseorang yang sudah berusia siap nikah, menunggu orang yang masih sibuk sekolah dan belum jelas pula kapan siap diajak nikah, yah pasti rawan hilang kan kesabarannya. Maka saya juga patut untuk memakluminya kan?

Ketiga:
Dia hanya ingin kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Mungkin memang terkesan sepihak, memang terkesan menyakiti lain pihak. Tapi akan baik untuk kedua pihak. Jadi saya harus berterima kasih padanya, kan?

Jadi saya harus bisa MEMAKLUMINYA. Saya harus move on dan move up. Move on itu tidak harus melupakan, tapi harus bisa memaafkan. Move on itu tidak harus melupakan, tapi harus bisa mengikhlaskan. Move on  itu tidak harus melupakan, tapi juga harus diiringi dengan move up. Harus bisa melanjutkan hidup menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Jadi, MOVE ON ITU TIDAK HANYA PINDAH HATI, TAPI PINDAH PERILAKU (MENJADI LEBIH BAIK LAGI). Halo haloo saudaraaa...bangunlah! kita masih muda. Masih banyak yang harus kita kerjakan. Jodoh itu sudah ketentuan Illahi, kita sebagai perempuan yang cenderung sebagai makhluk penunggu (bukan penunggu pohon gede ya, bukan penunggu rumah kosong juga. hihihi kok jadi ngeri gini), maksud saya cenderung untuk menunggu jodoh, yang bisa kita lakukan hanyalah memperbaiki diri. Agar pantas dijemput oleh orang yang baik.

Galau itu memang manusiawi, kalau di ilmu sosiologi namanya graving, yaitu saat kita kehilangan sesuatu yang menurut kita sangat berharga. Tapi kalau sudah jatuh jangan tengkurep mulu’ lah, kita harus bangun alias move up. Kebanyakan dari kita pasti merasa menjadi menusia paling ngenes di jagat raya, padahal enggak lah. Percaya YNWA aja, (you’ll never walk alone, kayak takelinenya liverpool itu lho), masih banyak keluarga, teman, sahabat, di kanan kiri, depan dan belakang kita. Coba buka mata, mata kepala dan mata hati kita juga. Itu pacar juga siapa sih? Paling ya orang baru kenal. Belum tentu jodoh kita pula.

Ada pelajaran yang saya ambil dari tragedi ini *wetseh tragedi rekk*.
Kita janganlah mudah menyampaikan perasaan dan jangan mudah pula menerima perasaan jika besoknya saja kita belum siap untuk menikah. Pendam saja rasa kagum pada seseorang hingga benar-benar waktunya tiba. Dan ingat, ketika mengagumi seseorang, sisakan ruang di hati kita untuk bisa menerima kekurangannya. Agar saat kita kecewa, itu akan menjadi obat. Karena tak ada manusia yang sempurna.

Semoga Allah selalu melindungi dan selalu menjaga perasaan kita. Saya selalu berdoa “ya Allah, jatuh cintakanlah hamba hanya kepada jodoh hamba”. Saya takut sekali jatuh cinta lagi pada orang yang salah. Maksud saya salah disini adalah kepada orang yang bukan jodoh saya. kan eman tuh.

Apa yang bisa kita lakukan agar perasaan kita tetap aman? Aman dari rasa sakit hati karena jatuh hati?
Ya kita harus berusaha untuk menekan setiap rasa jika kita merasa tertarik pada seseorang. Perasaan kita tidak perlu diumbar, apalagi ke media sosial. Jika mau curhat, curhatlah pada orang tua. Itu saran saya. kenapa orang tua? Karena mereka adalah termasuk orang yang sudah sukses dalam menjalani kisah asmaranya. Kalau kepada teman sih rata-rata mereka juga senasib dengan kita. Ya nggak papa sih kalau saja kamu malu curhat kepada orang tua, tapi pilihlah teman yang benar-benar bisa mengarahkamu. Ingat! Bahwa jodoh kita sudah ditentukan oleh Allah, jadi kenapa kita harus galau? Tapi beda lagi ceritanya jika kamu tertarik pada lelaki yang ingn kau jadikan suami, suami ya bukan pacar. Tidak ada salahnya jika kamu ungkapkan padanya. Tapi sertakan pihak keluargamu, jangan kau ungkapkan sendiri. Coba teladani Khodijah. Khodijah juga tertarik kepada Nabi Muhammad SAW, tapi Khodijah ungkapkan lewat perantara. Kita harus tetap menjadi seorang perempun yang anggun, elegan, dan mahal.

Kata orang, obat sakit hati itu jatuh hati. Bener nggak sih?
Menurut saya, bener sih. Saya juga berharap seperti itu hihihi... tapi harapannya dijatuhhatikan pada orang yang benar-benar dijatahkan Allah untuk saya. setelah beberapa minggu atau bulan pasca kamu putus pacaran, pasti akan tumbuh rasa dan pikiran yang akhirnya melahirkan janji “saya nggak mau pacaran lagi”. Mudah sekali kamu berjanji seperti itu ketika kamu sedang sakit hati. Tapi coba jika sakit itu telah hilang, kamu rawan lupa akan janji-janji manis yang telah kamu buat sendiri. Iya, mirip dengan mereka waktu kampanye yang sibuk mengutarakan janji-janji manis, namun ketika sudah mapan maka semua janji-janji menguap begitu saja. Mir-rip seperti itu. Jangan seperti itu ya, saudara. Berusahalah untuk menjadi pribadi yang istiqomah, istiqomah pada kebaikan.

Lalu, sebelum bertemu pujaan hati kita akan tetap sakit hati gitu?
Kata siapa? Yang bisa mengendalikan hati adalah diri kita sendiri. Bykan orang lain. Cobalah untuk memaafkannya. Ikhlaskan kepergiannya, dan cari kegiatan positif sebanyak-banyaknya. Lambat laun kamu akan bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Untuk kamu, calon suamiku, maaf jika hati ini sempat tertaut pada hati lelaki lain. Maaf. Tapi  saya disini mencoba untuk memperbaiki diri. Sedang melupakan sidia yang pernah singgah dihati. Mencoba mencabut semua ungkapan-ungkapan perasaan yang pernah melayang.

Untuk kamu, yang pernah singgah di hati. Bukan berarti semua yang telah terucap adalah hanya omong kosong, bukan. Dulu saya juga serius kepadamu. Tapi marilah kita mencoba melupakan semua rasa yang dulu pernah ada. Mari kita bersihkan hati dan mari buka lembaran baru untuk orang baru, iya jodoh kita (masing-masing).

No comments:

Post a Comment

Follow Instagramku