Saturday 6 December 2014

# cerita

DIBALIK KEINGINAN YANG KUAT UNTUK PULANG




Weekend telah tiba, sebagai anak perantauan inilah waktu yang tepat untuk pulang ke kampung halaman. Untuk saya sendiri sih tidak setiap weekend bisa pulang, terkadang sampai 6 minggu baru pulang. Saat pikiran sudah jenuh-jenuhnya, saat badan sudah lemes-lemesnya, saat down bangetlah pokoknya, biasanya baru pulang. Untuk weekend kali ini entah kenapa baru tiga minggu setelah pulkam yang terakhir sudah merasa sangat ingin pulang ke rumah lagi. Ingin berjumpa dengan bapak ibuk di rumah.
                                                
Jiwa-jiwa penebeng saya sepertinya sudah waktunya untuk diasah. Mulai bertanya sana sini siapa yang pulang ke Lomongan atau arah ke Lamongan, dari teman sekelas, temen jurusan lain, sampai adek kelas semua aku kepo-in. Harapannya sih minimal dapat tebengan sampai terminal Osowilangun kemudian yang lebih dikenal dengan sebutan wilangun, soalnya saya paling males naik len. Hah syediiiih, ternyata  tidak ada yang pulang, artinya saya tidak dapat tebengan, artinya saya harus naik mobil (kuningan).

Untuk mendapatkan mobil (kuningan) menuju terminal wilangun, saya harus ke Gebang dulu. Dari kos ke Gebang saya dianterin temen kos, makasih yaaa Yuniaa...sudah nyempetin nganterin, titik dua bintang buat kamu.

Saya menunggu kendaraan itu sambil duduk di suatuuu... (bukan kursi), entah apalah namanya pokoknya bisa buat duduk. Saat duduk, saya membutuhkan sesuatu, yaituu... bacaan. Yah saya tidak membawa buku bacaan sama sekali, bung. Untungnya dekat tempat duduk saya ada penjual koran, kemudian saya beli koran jawa pos dengan harga Rp 5000, lumayanlah untuk menghindari kebengongan. Selang beberapa detik membayar koran tersebut, mobil (kuningan) berlabel WK tersebut datang. Artinya itulah mobil(kuningan) yang saya tunggu.

Oh nooo...mobil(kuningan) tersebut masih kosong penumpang, pemirsa. Saya takut. Kenapa takut? Hmmm inilah yang paling ditakuti oleh orang tua saya. kata bapak, sering ada modus kejahatan gitu dalam len. Bapak lebih percaya atau tenang jika saya naik bus daripada angkutan umum kecil kayak len gini. Katanya, pernah ada modus kejahatan dalam len. Jadi, seluruh penumpang dalam len tersebut adalah sekawanan semua. Terus target dihabisi di suatu tempat. Ya Allah...bismillah bismillah bismillah. Kunaik len dengan bismillah. Semoga hal-hal semacam itu tidak terjadi pada saya. aamiin... beberapa menit saya masih tetap hanya berdua dengan pak sopir di dalam len, ya Allah....bismillah bismillh bismillah. “kenapa tidak ada sopir angkot cewek ya? Jadi penumpangnya harus cewek semua. Kan asik tuh, bisa tenang”, angan saya dalam ketakutan. Kemudian di depan asrama haji ada penumpang naik. Alhamdulillah. Tapi kalau orang ini sekawanan orang jahat gimana. Duh duh duh, su’udzan terus nih saya. yah yah yah, penumpang itu turun di Kertajaya. Yaelah. Sendiri lagi nih guaaa. Ya allah...bismilah bismilah bismillah. Takut itu boleh. Tapi jadikan rasa takut sebagai alasan kita kenapa harus lebih waspada dan menjaga diri. Misalnya kita takut adanya penjambret, maka yang kita lakukan adalah tidak membawa barang mewah yang berlebihan dan lebih menjaga barang kita. Tidak meletakkan barang penting di tempat yang mudah dijangkau orang jahat. Saran saya letakkan dompet di tas bagian tengah.

Waktu membawa saya sampai pada terminal wilangun. eh bukan waktu, tapi mobil(kuningan) hehehe... kemudian saya naik bus jurusan bojonegoro. Saya duduk di kursi baris kedua sebelah kanan dekat jendela. Kemudian ada penumpang duduk disebelah saya, alhamdulillah seorang perempuan. Alhamdulillah tidak bersebelahan dengan lelaki.

Bus melaju keluar dari terminal siap meluncur ke Bojonegoro. Waah di depan terminal buaaaanyak banget polisi. Semua kendaraan yang hendak melaju ke arah barat dihentikan, termasuk bus yang saya tumpangi. Ternyata eh ternyata ada pak Jusuf Kalla mau lewat. Nggak tahu nih mau ada apa. Rombongan pak Jusuf Kalla masuk ke kawasan terminal pertamina. Tunggu saja besok beritanya di koran hahaha jangan tanya saya sekarang.

Setelah rombongan pak Jusuf Kalla masuk ke kawasan pertamina, lalu lintas berjalan seperti biasanya. Termasuk bus saya segera meluncur ke tujuan. Semakin lama saya semakin hilang. Hilang kemana? Hilang dari kesadaran, alias ngantuuuuk. Hmm penyakit kalau naik kendaraan pasti ngantuk. Sekuat tenaga menahan diri ini agar tidak tertidur. Tapi nyatanya saya tetep tidur, kawan. Hmmm... sampai di terminal Lamongan saya terbangun. Alhamdulillah tidak bablas. Bukan terminal Lamongan tujuan saya, tapi desa pucuk, kurang lebih masih 20 menit lagi. Singkat cerita saya melek(artinya saya barusan tertidur), memandang keluar jendela sepertinya ada yang  tidak beres. Hah ini sudah lewat dari pucuk. Duh duh duh, saya bablas. Saya bergegas menuju pintu bus dan minta turun. Ya ampuuun....saya bablas sampai Babat. Bersyukur Babat bukanlah daerah asing buat saya. kemudian saya mencari kendaraan balik ke arah pucuk, dan saya mendapatkan len (lagi). Duh dek, rugi Rp 5000 deh huhuhu. Sampai di pucuk, bertemu mas saya yang sedia menjemput saya dan dia tertawa lepas mengetahui kekebacutan saya. Hahaha....

Sampai di rumah, di teras rumah ada makde-makde, ponakan, sepupu dan tetangga saya. “loh mbak dwi berangkat jam piro mau? (berangkat jam berapa tadi?)”  dan  bla bla bla”. Serbuan pertanyaan mereka menyambut kedatangan saya. “berangkat setengah 7”, jawab saya sambil bersalaman dengan mereka. “hmmm mana ibuk?”, batin saya. biasanya ibuk selalu menyambut saya di depan pintu. Saya masuk rumah dan melihat ibuk tertidur di kamarnya. Ya Allah...ternyata ibuk sedang sakit :’( kasihaaan....pantesan diri ini kuat banget keinginan untuk pulang. Sedih melihat ibuk sakit. Sekuat tenaga menahan agar air mata tidak keluar. Semoga cepat sembuh, buk.terima kasih untuk makde yang sudah merawat ibuk, sudah memasak juga untuk bapak dan keluarga di rumah. alhamdulillah punya keluarga yang dekat dan perhatian.

No comments:

Post a Comment

Follow Instagramku