Weekend
telah tiba, sebagai anak perantauan inilah waktu yang tepat untuk pulang ke
kampung halaman. Untuk saya sendiri sih tidak setiap weekend bisa pulang,
terkadang sampai 6 minggu baru pulang. Saat pikiran sudah jenuh-jenuhnya, saat
badan sudah lemes-lemesnya, saat down bangetlah pokoknya, biasanya baru pulang.
Untuk weekend kali ini entah kenapa baru tiga minggu setelah pulkam yang
terakhir sudah merasa sangat ingin pulang ke rumah lagi. Ingin berjumpa dengan
bapak ibuk di rumah.
Jiwa-jiwa
penebeng saya sepertinya sudah waktunya untuk diasah. Mulai bertanya sana sini
siapa yang pulang ke Lomongan atau arah ke Lamongan, dari teman sekelas, temen
jurusan lain, sampai adek kelas semua aku kepo-in.
Harapannya sih minimal dapat tebengan sampai terminal Osowilangun kemudian yang
lebih dikenal dengan sebutan wilangun, soalnya saya paling males naik len. Hah syediiiih,
ternyata tidak ada yang pulang, artinya
saya tidak dapat tebengan, artinya saya harus naik mobil (kuningan).
Untuk
mendapatkan mobil (kuningan) menuju terminal wilangun, saya harus ke Gebang
dulu. Dari kos ke Gebang saya dianterin temen kos, makasih yaaa Yuniaa...sudah
nyempetin nganterin, titik dua bintang buat kamu.
Saya
menunggu kendaraan itu sambil duduk di suatuuu... (bukan kursi), entah apalah
namanya pokoknya bisa buat duduk. Saat duduk, saya membutuhkan sesuatu, yaituu...
bacaan. Yah saya tidak membawa buku bacaan sama sekali, bung. Untungnya dekat tempat
duduk saya ada penjual koran, kemudian saya beli koran jawa pos dengan harga Rp
5000, lumayanlah untuk menghindari kebengongan. Selang beberapa detik membayar
koran tersebut, mobil (kuningan) berlabel WK tersebut datang. Artinya itulah
mobil(kuningan) yang saya tunggu.
Oh
nooo...mobil(kuningan) tersebut masih kosong penumpang, pemirsa. Saya takut. Kenapa
takut? Hmmm inilah yang paling ditakuti oleh orang tua saya. kata bapak, sering
ada modus kejahatan gitu dalam len. Bapak lebih percaya atau tenang jika saya
naik bus daripada angkutan umum kecil kayak len gini. Katanya, pernah ada modus
kejahatan dalam len. Jadi, seluruh penumpang dalam len tersebut adalah sekawanan
semua. Terus target dihabisi di suatu tempat. Ya Allah...bismillah bismillah
bismillah. Kunaik len dengan bismillah. Semoga hal-hal semacam itu tidak
terjadi pada saya. aamiin... beberapa menit saya masih tetap hanya berdua
dengan pak sopir di dalam len, ya Allah....bismillah bismillh bismillah. “kenapa tidak ada sopir angkot cewek ya? Jadi
penumpangnya harus cewek semua. Kan asik tuh, bisa tenang”, angan saya
dalam ketakutan. Kemudian di depan asrama haji ada penumpang naik. Alhamdulillah.
Tapi kalau orang ini sekawanan orang jahat gimana. Duh duh duh, su’udzan terus
nih saya. yah yah yah, penumpang itu turun di Kertajaya. Yaelah. Sendiri lagi
nih guaaa. Ya allah...bismilah bismilah bismillah. Takut itu boleh. Tapi jadikan rasa takut sebagai alasan kita kenapa
harus lebih waspada dan menjaga diri. Misalnya kita takut adanya
penjambret, maka yang kita lakukan adalah tidak membawa barang mewah yang
berlebihan dan lebih menjaga barang kita. Tidak meletakkan barang penting di
tempat yang mudah dijangkau orang jahat. Saran saya letakkan dompet di tas
bagian tengah.
Waktu
membawa saya sampai pada terminal wilangun. eh bukan waktu, tapi
mobil(kuningan) hehehe... kemudian saya naik bus jurusan bojonegoro. Saya duduk
di kursi baris kedua sebelah kanan dekat jendela. Kemudian ada penumpang duduk
disebelah saya, alhamdulillah seorang perempuan. Alhamdulillah tidak
bersebelahan dengan lelaki.
Bus
melaju keluar dari terminal siap meluncur ke Bojonegoro. Waah di depan terminal
buaaaanyak banget polisi. Semua kendaraan yang hendak melaju ke arah barat
dihentikan, termasuk bus yang saya tumpangi. Ternyata eh ternyata ada pak Jusuf
Kalla mau lewat. Nggak tahu nih mau ada apa. Rombongan pak Jusuf Kalla masuk ke
kawasan terminal pertamina. Tunggu saja besok beritanya di koran hahaha jangan
tanya saya sekarang.
Setelah
rombongan pak Jusuf Kalla masuk ke kawasan pertamina, lalu lintas berjalan
seperti biasanya. Termasuk bus saya segera meluncur ke tujuan. Semakin lama
saya semakin hilang. Hilang kemana? Hilang dari kesadaran, alias ngantuuuuk. Hmm
penyakit kalau naik kendaraan pasti ngantuk. Sekuat tenaga menahan diri ini
agar tidak tertidur. Tapi nyatanya saya tetep tidur, kawan. Hmmm... sampai di
terminal Lamongan saya terbangun. Alhamdulillah tidak bablas. Bukan terminal Lamongan tujuan saya, tapi desa pucuk,
kurang lebih masih 20 menit lagi. Singkat cerita saya melek(artinya saya barusan tertidur), memandang keluar jendela sepertinya ada yang tidak beres. Hah ini sudah lewat dari pucuk. Duh
duh duh, saya bablas. Saya bergegas
menuju pintu bus dan minta turun. Ya ampuuun....saya bablas sampai Babat. Bersyukur Babat bukanlah daerah asing buat
saya. kemudian saya mencari kendaraan balik ke arah pucuk, dan saya mendapatkan
len (lagi). Duh dek, rugi Rp 5000 deh huhuhu. Sampai di pucuk, bertemu mas saya
yang sedia menjemput saya dan dia tertawa lepas mengetahui kekebacutan saya. Hahaha....
Sampai
di rumah, di teras rumah ada makde-makde, ponakan, sepupu dan tetangga saya. “loh mbak dwi berangkat jam piro mau? (berangkat
jam berapa tadi?)” dan “bla bla
bla”. Serbuan pertanyaan mereka menyambut kedatangan saya. “berangkat setengah 7”, jawab saya sambil
bersalaman dengan mereka. “hmmm mana
ibuk?”, batin saya. biasanya ibuk selalu menyambut saya di depan pintu. Saya
masuk rumah dan melihat ibuk tertidur di kamarnya. Ya Allah...ternyata ibuk
sedang sakit :’( kasihaaan....pantesan diri ini kuat banget keinginan untuk
pulang. Sedih melihat ibuk sakit. Sekuat tenaga menahan agar air mata tidak
keluar. Semoga cepat sembuh, buk.terima kasih untuk makde yang sudah merawat ibuk, sudah memasak juga untuk bapak dan keluarga di rumah. alhamdulillah punya keluarga yang dekat dan perhatian.
No comments:
Post a Comment