Saya
dari dulu pengeeeen banget mendaki puncak gunung. Libur semester ini sempat
izin orang tua untuk mendaki puncak gunung penanggungan. Tetapi lagi-lagi orang
tua masih terlalu khawatir melepas anak perempuannya untuk mendaki gunung.
Ya sudahlah. Kali ini saya belum bisa ke puncak penanggungan, tapi taraaaaa, lihatlaah saya seminggu malah hidup di lereng penanggungan.
Ya sudahlah. Kali ini saya belum bisa ke puncak penanggungan, tapi taraaaaa, lihatlaah saya seminggu malah hidup di lereng penanggungan.
gunung penanggungan dari Kunjorowesi |
Sebenarnya
bukan lerengnya juga sih, sudahlah anggap saja ini adalah lerengnya *iyain aja deh ya, biar saya senang*. Terima
kasih saya ucapkan kepada teman-teman E-BIO yang telah mengajak saya gabung
dalam kegiatan peduli desa. Dari sini saya mengenal desa Kunjorowesi, yang
namanya saja baru saya dengar dan saya mendapat banyaaaak banget pengalaman.
Desa
Kunjorowesi mayoritas terdiri dari etnis Madura. Mereka bukanlah pendatang dari
Madura, tapi nenek moyang mereka katanya orang Madura. *ini kata ibu-ibu dekat rumah pak carik*. Di desa ini terdapat
tambang batu dan pasir, sehingga banyak truk-truk yang berlalu lalang, jadi harus
berhati-hati ya. Agak ngeri melihat truk-truk yang berjalan di tebing-tebing
yang telah mereka buat sendiri. Dan agak eman
juga melihat alam dieksploitasi sampai
segitunya. Tapi batu dan pasirnya berguna juga sih untuk pembangunan, wesembuhlah :O
tambang di desa Kunjorowesi |
Yang
jelas kalau tidak ada kegiatan ini, saya tidak akan tahu bahwa ada sekolah
SMPN3 NGORO SATU ATAP dan SD yang letaknya jauuuuuh di atas. Kebetulan saya
mendapat bagian untuk mengajar SMP tersebut.
Untuk menuju kesana, kita harus menempuh perjalanan dari basecamp (rumah pak carik) kurang lebih 25 menit dengan medan yang menanjak dan terkadang berbatu. Sampai-sampai kita bisa melihat kota (entah itu mojokerto atau sidoarjo) dari atas. Saya senang dengan adanya sekolah ini di atas bukit itu, dengan begitu anak-anak yang hidup di atas bisa bersekolah sampai tingkat SMP dengan mudah.
Hanya saja sekolah ini masih sangat membutuhkan tenaga pengajar. Hanya orang-orang dengan ketulusan hati yang tulus yang mau berangkat kesini untuk mengajar. Saya salut dengan pak Parman, beliau tiap hari pulang pergi dari Surabaya demi mengajar di SD dan SMP tersebut. Ada juga bu Anik yang sering jatuh ketika naik sepeda motor demi datang ke sekolah ini, karena memang medannya yang sangat sulit.
Sepanjang perjalanan saya berdzikir dan berpegangan kuat pada bamper sepeda. Ketika pulang sekolah, sepanjang perjalanan saya sering bertemu adek-adek yang saya ajar, dan mereka selalu mengucapkan salam. Saya dengan sangat senang hati menjawab salam mereka dan tetap harus fokus pada perjalanan. Saya berterima kasih juga atas salam mereka. Karena salam mereka merupakan doa untuk keselamatan saya juga hehehe...
Untuk menuju kesana, kita harus menempuh perjalanan dari basecamp (rumah pak carik) kurang lebih 25 menit dengan medan yang menanjak dan terkadang berbatu. Sampai-sampai kita bisa melihat kota (entah itu mojokerto atau sidoarjo) dari atas. Saya senang dengan adanya sekolah ini di atas bukit itu, dengan begitu anak-anak yang hidup di atas bisa bersekolah sampai tingkat SMP dengan mudah.
Hanya saja sekolah ini masih sangat membutuhkan tenaga pengajar. Hanya orang-orang dengan ketulusan hati yang tulus yang mau berangkat kesini untuk mengajar. Saya salut dengan pak Parman, beliau tiap hari pulang pergi dari Surabaya demi mengajar di SD dan SMP tersebut. Ada juga bu Anik yang sering jatuh ketika naik sepeda motor demi datang ke sekolah ini, karena memang medannya yang sangat sulit.
Sepanjang perjalanan saya berdzikir dan berpegangan kuat pada bamper sepeda. Ketika pulang sekolah, sepanjang perjalanan saya sering bertemu adek-adek yang saya ajar, dan mereka selalu mengucapkan salam. Saya dengan sangat senang hati menjawab salam mereka dan tetap harus fokus pada perjalanan. Saya berterima kasih juga atas salam mereka. Karena salam mereka merupakan doa untuk keselamatan saya juga hehehe...
suasana pagi di SMP SATUATAP |
Kalau
kata komunitas 1000_guru surabaya “Menjadi
guru memang tugas utamanya adalah mendidik, tapi menjadi pendidik tidak harus
berprofesi sebagai guru.”
berfoto bersama murid SMP SATU ATAP |
Oh
ya satu lagi, ketika saya mengajar seperti biasa saya bertanya, “ada yang
ditanyakan?”, dan tak dinyanah ada pertanyaan nyelethuk dari seorang anak “bu
guru sudah nikah?”, uwappppaaaa??? Pertanyaannya rekk... bikin saya gemes, “ada
yang mau nyariin jodoh buat saya? ckckck”
Ya
begitulah anak-anak, ada-ada saja. Membuat saya bertanya-tanya, apakah wajah
saya sangat menunjukkan ke-single-an? *Rrrrrrrr.....
Sekian
dulu ya, terima kasih adek-adek.... semoga kalian lebih bersemangat untuk
sekolah, bisa lanjut sekolah yang lebih tinggi jenjangnya. Jangan putus sekolah
yaa.
asiiik bangeett
ReplyDeletehihihi... untuk kegiatanmu mendatang, jangan lupa dishare juga ya, kakaak :3
DeleteWah enak ya mbak, jadi buku diary blognya :D
ReplyDeletejadi lemari kenangan, kaaak haha... karena menulis itu kegiatan mengabadikan
DeleteSip deh, nanti kalau udah lama bisa untuk dikenang juga ;)
Deleteiya, pris :D
DeleteKeren :D
ReplyDeletemakasih, kak :3
Deletebagus kegiatannya yg menampilkan tarian dari anak2 sd kunjorowesi sayang kakak2nya tidak ikut nari
ReplyDeletehahaha adek2nya saja, kakaknya nggak bisa :3. kakak ini warga kunjorowesi kah?
DeleteLanjutkan
ReplyDelete