Wednesday 7 January 2015

# cerita

(REVIEW)TANAH SURGA, KATANYA



Salman adalah seorang anak yang hidup di pedalaman Kalimantan Barat, berbatasan dengan Sarawak, Malaysia. Tinggal bersama adiknya, Salinah dan kakeknya. Kakek Salman adalah seorang sukarelawan yang dahulu pernah berperang di perbatasan untuk mengusir kulka yang datang dari Inggris membela Malaysia. Ayah Salman bekerja di malaysia menjadi seorang pedagang. Sedangkan Ibu dan nenek Salman telah meninggal dunia.
            Ayah Salman telah bekerja di Malaysia selama setahun dan sudah bisa membangun kedai sendiri disana. Bahkan ayah Salman menikah lagi dengan perempuan Malaysia. Karena demi kemudahan hidup disana ayah Salman harus menjadi warga negara Malaysia. Suatu hari ayahnya pulang bermaksud mengajak Salman, adek dan kakeknya untuk pindah ke Malaysia. Ayah salman beranggapan bahwa hidup mereka akan lebih sejahtera disana. Tetapi Salman tidak mau pindah ke Malaysia, dia ingin tetap bersama sang kakek, karena Kakek Salman ngotot sekali untuk tetap tinggal di kalimantan Barat. Meskipun sinyal handphone tak ada, listrik pun belum tersedia. Kakek Salman tetap tidak mau meninggalkan Indonesia, tanah airnya tercinta.
            Di daerah pelosok tersebut terdapat sekolah SD dengan hanya satu pengajar, yaitu bu Astuti, seorang guru cantik dari kota yang bersedia mengabdi di pedalaman, untuk Indonesia tercinta. Sekolah tersebut telah libur(tutup) selama setahun dan berjalan kembali setelah kedatangan bu Astuti. Sehingga para siswanya telah lupa lagu kebangsaan Indonesia, yaitu “Indonesia Raya”, dan lagu kebangsaan mereka entah apa penyebabnya telah berganti menjadi “kolam susu”.
“bukan lautan tapi kolam susu.
kail dan jala cukup menghidupimu.
tiada badai tiada topan kau temui.
ikan dan udang menghampiri dirimu.
orang bilang tanah kita tanah surga.
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
..............................................................”
            Penduduk di pedalaman tersebut menggunakan mata uang ringgit, bahkan anak-anak disana tidak mengenal uang rupiah. Dokter Intel(sebenarnya namanya Anwar) yang baru datang ke Desa tersebut sangat terkejut ketika Lized , anak SD kelas 4, salah satu teman Salman mengira uang Rp 50.000 yang diberikan dokter Intel untuknya adalah uang palsu. Dokter Intel adalah seorang dokter muda yang datang dari kota Bandung dan mempunyai ketulusan untuk membantu warga disana.
            Jarak tempuh desa ke Rumah sakit di kota sangatlah jauh. Tarif naik perahunya pun mahal. Sehingga Salman harus bekerja keras mengumpulkan uang untuk pengobatan kakeknya yang sakit. Salman berjalan jauh sampai Sarawak untuk mengantar barang dagangan ke pasar, sampai suatu hari Salman bertemu dengan seorang pedagang yang menggunakan kain merah putih, bendera Indonesia menjadi alas dagangannya. Salman geram bukan main. Pedagang tersebut tidak peduli kain apa yang telah ia jadikan sebagai alas dagangan itu.
            Suatu hari Salman pergi ke pasar itu lagi untuk membelikan sarung kakeknya, tentu dengan uang hasil kerja kerasnya. Salman memutuskan untuk membeli dua buah sarung untuk kakeknya. Di perjalanan Salman melihat pedagang dengan kain merah putih menutupi dagangannya. Salman mengejarnya, kemudian memberikan kain sarung baru itu untuk ditukarkan dengan kain merah putih yang sudah sangat usang. Salman berlari pulang dengan sangat bahagia sambil mengibarkan sang merah putih yang telah usang itu.
            Suatu hari Salman  membacakan puisi untuk pejabat pemerintah yang mengunjungi sekolah yang terlewat sederhana itu.
KOLAM SUSU
Karya: Salman
“Bukan lautan tapi kolam susu. Katanya.
Tapi kata kakekku, hanya orang-orang kaya yang bisa minum susu.
Kail dan jala cukup menghidupimu. Katanya.
Tapi kata kakekku, ikan-ikan kita dicuri oleh banyak negara.
Tiada badai tiada topan kau temui. Katanya.
Tapi kenapa ayahku tertiup angin ke malaysia?
Ikan dan udang menghampiri dirimu. Katanya.
Tapi kata kakek, awas ada udang dibalik batu!
Orang bilang tanah kita tanah surga. Katanya.
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Tapi kata dokter intel, belum semua rakyatnya sejahtera.
Banyak pejabat yang menjual kayu dan batu untuk membangun surganya sendiri.”
Tepuk tangan bergemuruh dari seluruh penonton, dokter Intel, bu Astuti, pak kepala Dusun, dan teman-teman Salman.

2 comments:

  1. Replies
    1. iya, jarang-jarang ada film yang mengangkat tema tentang nasionalisme. film ini juga menunjukkan pada saya bahwa betapa sudah bobroknya negeri kita

      Delete

Follow Instagramku