Kemajuan
di bidang pendidikan dan kesehatan belumlah cukup untuk menopang eksistensi
persyarikatan dalam rangka dakwah pembaharuan di masyarakat. Seharusnya,
Muhammadiyah juga memperkuat sektor bisnis-ekonomi, agar persyarikatan semakin
kokoh. Dalam pertemuan saudagar Muhammadiyah yang bertempat di aula Wisma Kalla
Makassar, Sulawesi Selatan(4/8), muncul berbagai gagasan dan saran untuk
memajukan bidang ekonomi persyarikatan. Salah satunya, para saudagar
Muhammdiyah diharapkan banyak belajar dari bangsa yang memiliki bisnis kuat.
Yakni, bangsa China.
Acara yang dihadiri sekitar 200
peserta ini, mengundang Fatimah Kalla (Dirut PT Hadji Kallas), Herry Zudianto
(pengusaha/mantan wali kota Yogyakarta), Riyanto (Dirut Bank Syariah Bukopin),
Nurhayati Subakat (owner Wardah Cosmetics) dan juga Sutrisno Bachir (Pengusaha
Muda/mantan Ketua PAN), serta Mohammad Najikh (Majlis Ekonomi PWM Jatim).
Dalam acara tersebut, para usahawan
di berbagai bidang ekonomi ini memaparkan usahanya mulai dari masa perintisan,
kendala-kendala yang dihadapi, hingga masa keemasannya. Selain itu, forum
tersebut juga dijadikan sebagai ajang silaturrahim, perencanaan kerjasama, dan
tukar pikiran antar usahawan Muhammadiyah dari lintas kabupaten/kota dan
provinsi. Sekaligus, untuk memformulasikan penguatan persyarikatan di sektor
ekonomi bisnis.
Bambang Sudibyo, Ketua Bidang
Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah dalam sambutannya, mendukung
penuh diadakannya forum itu. Menurutnya, kegiatan tersebut perlu ditradisikan
agar para pengusaha Muhammadiyah dapat bertukar pikiran demi membesarkan
usahanya sekaligus membesarkan Muhammadiyah.
“Tidak hanya berkumpul, kegiatan
seperti ini juga memperluas networking diantara
pengusaha Muahmmadiyah. Dan, dengan harapan melahirkan ide-ide kreatif tentang
bisnis di lingkungan Muhammadiyah,” katanya.
“Muhammadiyah sendiri sudah
berkomitmen untuk tidak hanya bergerak di bidang sosial, terutama di bidang
pendidikan dan kesehatan. Walaupun sebenarnya dalam mengelola AUM – baik itu
rumah sakit dan sekolah- juga dibutuhkan jiwa dan sikap enterpreneurship. Hal tersebut sudah terbukti dalam mengelola PTM.
Sering ditemui PTS yang bangkrut dan berjatuhan. Namun pada umumnya, milik
Muhammadiyah terus mengalami perkembangan,” paparnya.
Selain itu, Mantan Menteri
Pendidikan di era Kabinet Indonesia Bersatu ini juga tak ketinggalan menyoroti
kondisi Indonesia yang terus mengalamai transformasi sebagai kekuatan ekonomi.
Dia memprediksi, pada tahun 2030 Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi ke
tujuh. Dan, tahun 2050 menjadi kekuatan ke empat di dunia.
Terkait tantangan global itu,
Muhammdaiyah sebagai ormas yang moderat perlu mengggapnya sebagai peluang.
Muhammadiyah tidak boleh sekedar menjadi ‘penonton’ yang hanya sibuk pada
bidang pendidikan dan kesehatan saja. Muhammadiyah harus mengisi peluang itu
untuk menjadi kekuatan ekonomi. “Bagaimana Muhammadiyah menjadi pembaharu dalam
masyarakat, jika dalam bidang ekonomi sendiri Muhammadiyah masih belum
kredibel?,” tuturnya.
Maka dari tu, Bambang berpesan bahwa
sudah saatnya Muhammadiyah meningkatkan kredibilitas dalam bidang ekonomi. Para
pengusaha Muhammadiyah harus berada di garda terdepan dalam mengawal kemajuan
bidang ekonomi yang saat ini masih lemah.
Dalam kesempatan yang sama, Din
Syamsudin Ketua PP Muhammdiyah 2010-2015 berpendapat bahwa sebenarnya
Muhammadiyah memiliki kekuatan dalam sektor ekonomi dan perdagangan. Namun
ironinya, hampir semua pos-pos perdagangan dari kota Solo, Kotagede,
Pekalongan, Pakejangan, Pemalang, Tasikmalaya, Garut hingga ibu kota , yang dikuasai
oleh pengusaha santri saat ini terpuruk. Mereka tidak bisa bersaing dengan
kekuatan ekonomin kapitalistik. Menurut Din, hal itu adalah buah dari
modernisasi yang tak terkendali di era orde baru. Yakni, ketika pemerintah
Indonesia membuka pintu kepada kapitalisme global MNC (Multy National
Corporation).
Kini, yang paling hangat dibicarakan
adalah bisnis wisata kuliner Indonesia yang lambat laun terus tergerus.
Berbagai produk makanan dari luar negeri masuk ke Indonesia. Masyarakat
Indonesia –khususnya kaum menengah- lebih menggemari restoran Internasional.
Akibatnya, bisnis makanan tradisional semakin hilang di pasaran.
“Jalan keluarnya, kita harus desak
pemerintah agar mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Ini suara
Muhammadiyah. Dan, inilah politik moral Muhammadiyah,” tegas Din. Bagaimana
dengan partai Islam dan partai berbasis masa Islam? Menurut pria asal Sumbawa
ini, partai Islam bisa menjalin koalisi strategis berupa pembahasan konsep paradigma
ekonomi nasional yang menguntungkan umat Islam.
Din mencontohkan bagaimanan strategi
perekonomian China. Paradigma ekonomi pasar bebas dengan watak kechinaan merupakan
pandangan yang dipegang oleh negeri tirai bambu itu. Negara komunis ini
melakukan otokritik kepada sosialisme, namun juga tidak menelan mentah
kapitalisme. Selain itu, yang sangat penting adalah karakter China yang
ditunjukkan dengan hadirnya negara.
“Kehadiran negara ini bertugas untuk
memberikan proteksi sekaligus menyiapkan landasan budaya masyarakat. Tentunya
semua itu dalam bingkai konfusinisme. Yakni dengan menekankan kerja keras,
produktivitas, penghargaan waktu, dan penghematan,” papar Din.
Di pengurus yang baru nanti Din
berharap, majelis ekonomi menerapkan terjemahan dari pasal 33. Yaitu menyusun
konsep yang riil pada tataran makro dengan mengundang pakar ekonomi dari
Muhammadiyah.
Dalam pengarahan ini, Din juga
berpesan kepada para saudagar Muhammadiyah untuk terus mengembangkan bisnis
berlandaskan semangat at ta’awun alal birri
wattaqwa. “Masih banyak peluang. Dan, semua itu memerlukan kerja nyata,
kerja keras, cerdas, dan tuntas. Inilah yang perlu didorong. Saatnya
Muhammadiyah bangkit untuk umat Islam secara luas,” ujar Din.
Senada dengan Din, Mantan Ketua PAN,
Sutrisno Bachir juga mengatakan bahwa Muhammadiyah memiliki potensi di bidang
ekonomi. Hal itu tampak dari komunitas pengusaha muda dengan nama Wiramuda
Muhammadiyah yang sudah mendirikan banyak cabang di daerah-daerah. Sutrisno
Bachir berharap, Wiramuda Muahmmadiyah dapat meluncur layaknya bola salju.
Semakin menggelinding dan semakin besar. Sehingga, dapat banyak menelurkan cikal
bakal usahawan dari Muhammadiyah.
Sementara itu, M. Najikh, Ketua
Majelis Ekonomi PWM Jatim berpendapat, dalam memperkuat sektor ekonomi
persyarikatan, komunikasi yang baik antar pengusaha merupakan salah satu
instrumen vital. “Komunikasi secara intensif dapat membangun soliditas antar
saudagar. Dan, soliditas para wirausahawan adalah modal berharga dalam
penguatan ekonomi kita. Makanya, forum-forum pertemuan pengusaha Muhammadiyah
sudah beberapa kali diagendakan. Namun, tidak ditindaklanjuti dan menguap
begitu saja. “ungkap Najikh.
Dalam pemaparannya, najikh juga
mengingatkan, jika Muhammadiyah semakin besar, tantangan membangun Muhammadiyah
yang paling berat bukan dari luar. Melainkan dari dalam persyarikatan sendiri.
“Untuk itu, perlu ada garis koordinasi yang jelas antara Pimpinan Muhammadiyah
dan amal usaha. Agar, bisa berjalan berdampingan. Manajemen juga harus ditata.
Selama belum ditata, maka akan sulit berkembang,” pungkasnya.
Sumber:
Majalah
MATAN edisi 110, September 2015 halaman 22-24.
No comments:
Post a Comment