Thursday 15 October 2015

# Buku

MENITI DAKWAH EKONOMI



Kemajuan di bidang pendidikan dan kesehatan belumlah cukup untuk menopang eksistensi persyarikatan dalam rangka dakwah pembaharuan di masyarakat. Seharusnya, Muhammadiyah juga memperkuat sektor bisnis-ekonomi, agar persyarikatan semakin kokoh. Dalam pertemuan saudagar Muhammadiyah yang bertempat di aula Wisma Kalla Makassar, Sulawesi Selatan(4/8), muncul berbagai gagasan dan saran untuk memajukan bidang ekonomi persyarikatan. Salah satunya, para saudagar Muhammdiyah diharapkan banyak belajar dari bangsa yang memiliki bisnis kuat. Yakni, bangsa China.
            Acara yang dihadiri sekitar 200 peserta ini, mengundang Fatimah Kalla (Dirut PT Hadji Kallas), Herry Zudianto (pengusaha/mantan wali kota Yogyakarta), Riyanto (Dirut Bank Syariah Bukopin), Nurhayati Subakat (owner Wardah Cosmetics) dan juga Sutrisno Bachir (Pengusaha Muda/mantan Ketua PAN), serta Mohammad Najikh (Majlis Ekonomi PWM Jatim).
            Dalam acara tersebut, para usahawan di berbagai bidang ekonomi ini memaparkan usahanya mulai dari masa perintisan, kendala-kendala yang dihadapi, hingga masa keemasannya. Selain itu, forum tersebut juga dijadikan sebagai ajang silaturrahim, perencanaan kerjasama, dan tukar pikiran antar usahawan Muhammadiyah dari lintas kabupaten/kota dan provinsi. Sekaligus, untuk memformulasikan penguatan persyarikatan di sektor ekonomi bisnis.
            Bambang Sudibyo, Ketua Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah dalam sambutannya, mendukung penuh diadakannya forum itu. Menurutnya, kegiatan tersebut perlu ditradisikan agar para pengusaha Muhammadiyah dapat bertukar pikiran demi membesarkan usahanya sekaligus membesarkan Muhammadiyah.
            “Tidak hanya berkumpul, kegiatan seperti ini juga memperluas networking diantara pengusaha Muahmmadiyah. Dan, dengan harapan melahirkan ide-ide kreatif tentang bisnis di lingkungan Muhammadiyah,” katanya.
            “Muhammadiyah sendiri sudah berkomitmen untuk tidak hanya bergerak di bidang sosial, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Walaupun sebenarnya dalam mengelola AUM – baik itu rumah sakit dan sekolah- juga dibutuhkan jiwa dan sikap enterpreneurship. Hal tersebut sudah terbukti dalam mengelola PTM. Sering ditemui PTS yang bangkrut dan berjatuhan. Namun pada umumnya, milik Muhammadiyah terus mengalami perkembangan,” paparnya.
            Selain itu, Mantan Menteri Pendidikan di era Kabinet Indonesia Bersatu ini juga tak ketinggalan menyoroti kondisi Indonesia yang terus mengalamai transformasi sebagai kekuatan ekonomi. Dia memprediksi, pada tahun 2030 Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi ke tujuh. Dan, tahun 2050 menjadi kekuatan ke empat di dunia.
            Terkait tantangan global itu, Muhammdaiyah sebagai ormas yang moderat perlu mengggapnya sebagai peluang. Muhammadiyah tidak boleh sekedar menjadi ‘penonton’ yang hanya sibuk pada bidang pendidikan dan kesehatan saja. Muhammadiyah harus mengisi peluang itu untuk menjadi kekuatan ekonomi. “Bagaimana Muhammadiyah menjadi pembaharu dalam masyarakat, jika dalam bidang ekonomi sendiri Muhammadiyah masih belum kredibel?,” tuturnya.
            Maka dari tu, Bambang berpesan bahwa sudah saatnya Muhammadiyah meningkatkan kredibilitas dalam bidang ekonomi. Para pengusaha Muhammadiyah harus berada di garda terdepan dalam mengawal kemajuan bidang ekonomi yang saat ini masih lemah.
            Dalam kesempatan yang sama, Din Syamsudin Ketua PP Muhammdiyah 2010-2015 berpendapat bahwa sebenarnya Muhammadiyah memiliki kekuatan dalam sektor ekonomi dan perdagangan. Namun ironinya, hampir semua pos-pos perdagangan dari kota Solo, Kotagede, Pekalongan, Pakejangan, Pemalang, Tasikmalaya, Garut hingga ibu kota , yang dikuasai oleh pengusaha santri saat ini terpuruk. Mereka tidak bisa bersaing dengan kekuatan ekonomin kapitalistik. Menurut Din, hal itu adalah buah dari modernisasi yang tak terkendali di era orde baru. Yakni, ketika pemerintah Indonesia membuka pintu kepada kapitalisme global MNC (Multy National Corporation).
            Kini, yang paling hangat dibicarakan adalah bisnis wisata kuliner Indonesia yang lambat laun terus tergerus. Berbagai produk makanan dari luar negeri masuk ke Indonesia. Masyarakat Indonesia –khususnya kaum menengah- lebih menggemari restoran Internasional. Akibatnya, bisnis makanan tradisional semakin hilang di pasaran.
            “Jalan keluarnya, kita harus desak pemerintah agar mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Ini suara Muhammadiyah. Dan, inilah politik moral Muhammadiyah,” tegas Din. Bagaimana dengan partai Islam dan partai berbasis masa Islam? Menurut pria asal Sumbawa ini, partai Islam bisa menjalin koalisi strategis berupa pembahasan konsep paradigma ekonomi nasional yang menguntungkan umat Islam.
            Din mencontohkan bagaimanan strategi perekonomian China. Paradigma ekonomi pasar bebas dengan watak kechinaan merupakan pandangan yang dipegang oleh negeri tirai bambu itu. Negara komunis ini melakukan otokritik kepada sosialisme, namun juga tidak menelan mentah kapitalisme. Selain itu, yang sangat penting adalah karakter China yang ditunjukkan dengan hadirnya negara.
            “Kehadiran negara ini bertugas untuk memberikan proteksi sekaligus menyiapkan landasan budaya masyarakat. Tentunya semua itu dalam bingkai konfusinisme. Yakni dengan menekankan kerja keras, produktivitas, penghargaan waktu, dan penghematan,” papar Din.
            Di pengurus yang baru nanti Din berharap, majelis ekonomi menerapkan terjemahan dari pasal 33. Yaitu menyusun konsep yang riil pada tataran makro dengan mengundang pakar ekonomi dari Muhammadiyah.
            Dalam pengarahan ini, Din juga berpesan kepada para saudagar Muhammadiyah untuk terus mengembangkan bisnis berlandaskan semangat at ta’awun alal birri wattaqwa. “Masih banyak peluang. Dan, semua itu memerlukan kerja nyata, kerja keras, cerdas, dan tuntas. Inilah yang perlu didorong. Saatnya Muhammadiyah bangkit untuk umat Islam secara luas,” ujar Din.
            Senada dengan Din, Mantan Ketua PAN, Sutrisno Bachir juga mengatakan bahwa Muhammadiyah memiliki potensi di bidang ekonomi. Hal itu tampak dari komunitas pengusaha muda dengan nama Wiramuda Muhammadiyah yang sudah mendirikan banyak cabang di daerah-daerah. Sutrisno Bachir berharap, Wiramuda Muahmmadiyah dapat meluncur layaknya bola salju. Semakin menggelinding dan semakin besar. Sehingga, dapat banyak menelurkan cikal bakal usahawan dari Muhammadiyah.
            Sementara itu, M. Najikh, Ketua Majelis Ekonomi PWM Jatim berpendapat, dalam memperkuat sektor ekonomi persyarikatan, komunikasi yang baik antar pengusaha merupakan salah satu instrumen vital. “Komunikasi secara intensif dapat membangun soliditas antar saudagar. Dan, soliditas para wirausahawan adalah modal berharga dalam penguatan ekonomi kita. Makanya, forum-forum pertemuan pengusaha Muhammadiyah sudah beberapa kali diagendakan. Namun, tidak ditindaklanjuti dan menguap begitu saja. “ungkap Najikh.
            Dalam pemaparannya, najikh juga mengingatkan, jika Muhammadiyah semakin besar, tantangan membangun Muhammadiyah yang paling berat bukan dari luar. Melainkan dari dalam persyarikatan sendiri. “Untuk itu, perlu ada garis koordinasi yang jelas antara Pimpinan Muhammadiyah dan amal usaha. Agar, bisa berjalan berdampingan. Manajemen juga harus ditata. Selama belum ditata, maka akan sulit berkembang,” pungkasnya.

Sumber:
Majalah MATAN edisi 110, September 2015 halaman 22-24.

No comments:

Post a Comment

Follow Instagramku